
Kesenian Alat Musik Kampung Adat Cireundeu
Mengenal lebih dalam mengenai kesenian alat musik terutama Angklung Buncis yang terdapat di Kampung Adat Cireundeu, yuk!
KKN Universitas Padjajaran

Kelompok Kesenian
KKN Desa cireundeu 2023
Latar Belakang
Indonesia memiliki banyak sekali peninggalan dari leluhur-leluhurnya, salah satunya ada pada bidang kesenian. Kesenian yang diwariskan pun sangat bermacam-macam, seperti seni pertunjukan yang terdiri dari seni tari, seni drama, dan seni musik, serta seni rupa yang terdiri dari seni lukis, kriya, patung, dan arsitektur. Salah satu kesenian yang masih ada sampai sekarang adalah seni musik khas daerah, khususnya seni musik tradisional angklung yang sudah populer sejak dulu.
Diberitakan bahwa sejarah penggunaan angklung di Jawa Barat sendiri dimulai pada masa kerajaan Sunda yaitu pada abad ke-14. Lakon Angklung pada masa itu dilakukan untuk memuja Nyai Sri Pohaci sebagai simbol Dewi Sri, yaitu dewi kesuburan atau dewi padi dan dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan berharap panennya berlimpah dan terhindar dari hama. Alat musik angklung sangat erat kaitannya dengan adat istiadat, identitas budaya, dan kesenian Indonesia. Alat musik ini biasanya dimainkan pada saat upacara tertentu seperti menanam padi, panen, dan khitanan.
Selain pemujaan, cerita yang terekam dalam Kidung Sunda juga mengungkapkan bahwa alat musik ini dimainkan untuk mendongkrak semangat prajurit pada masa peperangan. Walaupun kegunaannya sudah sangat berbeda dengan sekarang, angklung tetap digunakan sebagai alat musik dalam berbagai pertunjukan.
Sejarah
Sejarah Angklung Secara Umum
Angklung berasal dari bahasa Sunda yaitu angkleung-angkleungan yang berarti gerakan pemain angklung dan membentuk suara klung yang dihasilkannya. Menurut Dr. Groneman, Angklung telah ada di Nusantara, bahkan sebelum era Hindu. Di lingkungan Kerajaan Sunda, Angklung dimainkan sebagai bentuk pemujaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Sri (dewi padi/dewi kesuburan). Konon Angklung juga merupakan alat musik yang dimainkan sebagai pemacu semangat dalam peperangan, sebagaimana yang diceritakan dalam Kidung Sunda.
Keberadaan angklung tradisional di kalangan masyarakat Sunda berkaitan erat dengan mitos Nyai Sri Pohaci atau Dewi Sri sebagai lambang dewi padi. Angklung tradisional digunakan oleh orang-orang desa pada masa itu sebagai bagian dari ritual kepada Dewi Sri. Perenungan masyarakat Sunda pada waktu itu dalam mengolah pertanian (tatanen) melahirkan penciptaan syair dan lagu sebagai penghormatan dan persembahan terhadap Nyai Sri Pohaci, serta upaya ”nyinglar” (menolak bala) agar cocok tanam mereka tidak ditimpa malapetaka. Lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang kemudian melahirkan struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama angklung.
Sejarah Angklung Buncis
Awal mula adanya angklung buncis berasal dari Kuningan, Jawa Barat, Indonesia yang merupakan kreasi sesepuh adat masyarakat Paseban di Cigugur, yakni Pangeran Djatikusumah, yang memperoleh inspirasi dari kehidupan keseharian masyarakat setempat. Angklung merupakan alat musik tradisional dan digunakan pada upacara yang berhubungan dengan Dewi Sri, dan biasa disebut dengan Nyi Pohaci oleh masyarakat Sunda, termasuk masyarakat adat Paseban.
Angklung Buncis ini dahulu digunakan dalam ritual menyimpan padi ke lumbung dan dilakukan setelah panen. Angklung Buncis semakin berkembang seiring dengan berkembangnya ajaran ADS (Agama Djawa-Sunda), yang dipelopori oleh masyarakat adat Paseban, yang menganut Sunda Wiwitan. Kepercayaan ajaran ADS muncul pada tahun 1848, bertempat di daerah Gebang, Cirebon Timur. Pendiri ADS yaitu Pangeran Sadewa Madrais Kusuma Wijaya Ningrat, atau biasa disebut dengan Pangeran Madrais. Pangeran Madrais merupakan anak dari Pangeran Alibasa I, yang merupakan Sultan dari Kesultanan Gebang.
ADS biasa disebut juga dengan sebutan Madraisme, yang merujuk kepada pendirinya yang bernama Madrais. Agama ini selanjutnya berkembang di wilayah Cigugur, Kabupaten Kuningan. Selain di Kabupaten Kuningan, ajaran ADS tersebar di berbagai daerah di Jawa Barat, seperti Sukabumi, Garut, Tasikmalaya dan salah satunya tersebar pada daerah Cimahi yaitu Kampung Cireundeu, sehingga pengikutnya banyak tersebar luas di berbagai daerah di Jawa Barat.
Angklung Buncis lahir karena faktor kondisi alam, kondisi lingkungan, dan hal lainnya yang berkaitan dengan suatu kelompok masyarakat. Karena karya seni tradisi pada umumnya dibuat dengan tidak sembarangan dan membutuhkan waktu yang tidak singkat, sebab dibalik kesenian tradisi mengandung makna, nilai, dan pemikiran dari penciptanya. Kesenian tradisional Angklung Buncis dianggap sebagai sebuah perantara untuk menyatukan antara dunia atas (Tuhan) dan dunia bawah (Manusia).
Di Tengah era globalisasi, Angklung Buncis masih dikenal dan digemari oleh masyarakat sekitar, khususnya oleh masyarakat yang ada di Kampung Cireundeu. Angklung Buncis masih dipertahankan dengan upacara ritualnya, karena menjadi bagian penting dalam rangkaian upacara Seren Taun, serta masih memelihara kesenian tradisional tersebut dengan penuh makna dan kekhusyuan ditengah-tengah era globalisasi dan modernisasi. Dengan hal ini Angklung Buncis terus mengalami perkembangan dan perubahan fungsi, seiring dengan berjalannya waktu saat ini Angklung Buncis di Kampung Cireundeu dipergunakan juga sebagai media hiburan untuk masyarakat sekitar maupun masyarakat luar.
Angklung Buncis di Kecamatan Cigugur, terus menyebar ke daerah-daerah yang ada di Jawa Barat salah satunya Kampung Cireundeu dikembangkan oleh masyarakat Kampung Cireundeu dengan sebutan “Angklung Buncis”, selain karena lagu yang digunakan yaitu lagu Buncis, juga karena kata “Buncis” tersebut memiliki sebuah arti tersendiri, yakni Budaya Urang Numutkeun Ciri Sunda atau “Budaya Kita Mengikuti Ciri Sunda”.
Bentuk kebudayaan menjadi salah satu ciri khas dari jati diri suatu bangsa dan merupakan nilai-nilai luhur yang harus dipertahankan dan dilestarikan. Kesenian tradisional yang hidup di dalam sebuah kelompok manusia dan tinggal di daerah pedesaan akan terus mengalami perubahan dengan tujuan untuk melestarikan kesenian tradisional tersebut agar tidak punah tergerus oleh zaman. Hal seperti itu juga terdapat pada perkembangan kesenian Angklung Buncis yang ada di Kampung Cireundeu.
Ciri Khas Kesenian Alat Musik Kampung Adat Cireundeu
Angklung Buncis adalah salah satu jenis seni pertunjukan angklung tradisional yang terbuat dari bambu hitam dan memiliki banyak keunikan. Angklung buncis cukup berbeda dengan angklung jenis lain karena tangga nadanya menggunakan da, mi, na, ti, la atau dapat disebut dengan pentatonis. Menurut riwayat yang turun temurun, penamaan kesenian buncis dikaitkan dengan salah satu lirik lagu yang terkenal di kalangan rakyat, yaitu "cis kacang buncis nyengcle ... ", dst. Atas dasar lirik lagu inilah kesenian ini dinamakan buncis. Dari berbagai variannya, kesejarahan angklung buncis di setiap wilayah perkembangannya memiliki ciri khas yang berbeda-beda, akan tetapi secara fungsi awalnya memiliki persamaan. Pada awalnya angklung buncis lebih banyak difungsikan untuk siklus penanaman padi, yang sangat erat kaitannya dengan kepercayaan lama masyarakat agraris tradisional, yaitu berhubungan dengan kehadiran sosok Dewi Sri sebagai dewi padi.
Angklung di Kampung Cireundeu yang menggunakan bambu sebagai bahan dasarnya. Bentuk Angklung Buncis cenderung lebih besar dan memanjang daripada Angklung pada umumnya dan pada bagian atas Angklung Buncis Cireundeu terdapat lengkungan yang menyatu kedalam bagian angklung membentuk setengah lingkaran yang menjadi suatu ciri khas Angklung Buncis Cireundeu.
Kesenian dan Kebudayaan yang ada di kampung adat cireundeu yaitu :
1. Angklung Buncis
Nama kesenian buncis berasal dari satu teks lagu yang terdapat dalam kesenian buncis dan memiliki lirik cis kacang buncis nyengcle.....,seterusnya. Berdasarkan hal tersebut masyarakat menyebut kesenian ini buncis. Angklung Buncis adalah alat musik tradisional bernada pentatonis (da, mi, na, ti, la, da) dan merupakan seni pertunjukan yang bersifat hiburan. Di kampung cireundeu kesenian angklung buncis seringkali digunakan untuk acara penyambutan tamu.
2. Karinding
Karinding adalah alat seni tradisional Sunda berupa bilahan kecil yang terbuat dari pelepah daun kawung (enau) atau bilahan bambu kecil dan memanfaatkan resonator rongga mulut untuk menghasilkan bunyi dengung. Karinding menurut bahasa Sunda terdiri dari kata 'ka ra da hyang' yang artinya dengan diiringi oleh doa sang Maha Kuasa. Ada juga yang mengartikan 'ka' (sumber) dan 'rinding' (bunyi). Jadi artinya sumber bunyi. Karinding ini biasanya dimainkan sebagai pengiring tembang sunda.
3.Tembang sunda (Kacapi Parahu)
Seni musik tradisional yang berasal dari barat daya kepulauan Sunda Besar. Kesenian ini biasanya ditampilkan oleh seorang penyanyi dengan iringan permainan alat musik tradisional Sunda seperti kecapi perahu, suling, kacapi rincik dan rebab. Kecapi adalah alat musik yang dimainkan secara dipetik dan menggunakan notasi dengung. Dalam suku sunda kata kecapi merujuk pada suatu jenis tanaman sentul yang kayunya digunakan untuk membuat alat musik kecapi. Kecapi sendiri merupakan alat musik yang dimainkan sebagai instrumen utama dalam tembang sunda, mamaos cianjuran, dan kacapi suling.
Kawih sunda (Kacapi Siter)
Nyanyian rakyat yang diturunkan dari generasi ke generasi dengan irama yang sama dengan menggunakan Kacapi Siter.
4.Gamelan Degung
Gamelan Degung, merupakan alat musik tradisional yang berasal dari Jawa Barat. Gamelan Degung ini pada umumnya memiliki titi laras atau tangga nada yang disebut pelog dan madenda. Gamelan degung pada umumnya terdiri dari, Bonang, Saron, Panerus, Jengglong, Kendang dan Goong. Terkadang juga dilengkapi dengan Kecapi, Suling dan Rebab.
5.Gondang
Gondang adalah kakawihan yang dipirig oleh tutunggulan. Seni gondang ini merupakan seni tradisi yang mempertunjukan proses mengolah padi menjadi beras dengan menggunakan sarana alu dan lesung.
6. Kawih sunda (Kacapi Siter)
Nyanyian rakyat yang diturunkan dari generasi ke generasi dengan irama yang sama dengan menggunakan Kacapi Siter.

Bagian dan Lagu-lagu
Instrumen yang terdapat dan digunakan dalam kesenian angklung buncis yaitu, 2 buah angklung indung, 2 angklung ambrug, angklung panempas, 2 angklung pancer, 1 angklung enclok. Kemudian ada juga 4 buah dog-dog, terdiri dari 1 tilingtit, 1 tong, 1 panémbal, dan 1 badoblag. Dalam perkembangannya kemudian ditambah dengan tarompet, kecrek, dan goong. Angklung buncis berlaras salendro dengan lagu vokal bisa berlaras madenda atau degung.
Lagu yang dimainkan dalam kesenian angklung buncis di antaranya adalah badud, buncis, renggong, senggot, jalantir, jangjalik, ela-ela, dan mega beureum.
Pertunjukan
Dimulai dengan para pemain masuk ke lapangan dan membentuk formasi yang dikomandoi oleh bunyi dogdog. Serentak sambil berlarian masuk, para pemain membunyikan angklung buncis yang dipegang. Setelah semua pemain dalam posisinya, terdengar pangkat (intro) berupa melodi dari angklung buncis pertanda pertunjukan dimulai. Secara auditif pola melodi yang dimainkan angklung buncis dari awal hingga akhir terus begitu, membentuk satu siklus yang terus berputar. Namun, ada kesan meditatif yang jika kita dengarkan tidak membuat bosan. Diselingi sesekali oleh senggak (teriakan) dari para pemusik dan tarian eksploratif dari anak kecil yang menambah sajian pertunjukan ini menjadi semakin ramai serta menarik. Ritme dan melodi yang disajikan terdengar sederhana, namun pertunjukan ini sangat ekspresif.
Pemain angklung buncis didominasi oleh anak-anak dan remaja. Sebagai pengatur alur gending angklung buncis, dogdog ditabuh oleh orang dewasa. Ekspresi yang terpancar dari para pemain sungguh riang dan menikmati. Keluguan anak-anak menambah kesan senang, gembira, dan lincah. Penabuh begitu antusias dalam membunyikan setiap instrumen musik. Pertunjukan diakhiri dengan kode bunyi dari suara tabuhan dogdog.
Kesimpulan
Angklung merupakan salah satu seni pertunjukan yang dijadikan kebanggaan oleh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jawa Barat (dan Banten), terutama setelah resmi diakui oleh UNESCO sebagai salah satu the Intangible Culture Heritage (warisan budaya tak benda) bangsa Indonesia. Keberadaan angklung tradisional pada masyarakat Sunda berkaitan erat dengan mitos Dewi Sri sebagai lambang dewi padi untuk penghormatan dan persembahan terhadap Dewi Sri, serta upaya ”nyinglar” (menolak bala) agar cocok tanam mereka tidak ditimpa malapetaka.
Berbagai macam kesenian dan kebudayaan yang ada di kampung adat Cireundeu mulai dari kesenian musik hingga tari telah dilestarikan sejak dahulu oleh masyarakat kampung Cireundeu. Salah satu yang menjadi ciri khas adalah angklung buncis yang cukup berbeda dengan angklung jenis lain karena tangga nadanya pentatonis. Selain digunakan pada acara-acara pertanian, angklung buncis juga dapat digunakan sebagai seni hiburan. Di mana lagu-lagu yang sering dimainkan dalam kesenian angklung buncis di antaranya adalah badud, buncis, renggong, senggot, jalantir, jangjalik, ela-ela, dan mega beureum.
Referensi
Aziz, Fadhila Arifin. (2001). “Pemanfaatan Bambu dan Relevansinya dengan Nilai-nilai Budaya di Masa Lampau” dalam Mencermati Nilai Budaya Masa Lalu dalam Menatap Masa Depan. Jakarta: Proyek Peningkatan Penelitian Arkeologi.
Buana, Tedja. (t.th.). Agama Jawa Sunda (Madraisme). Kuningan: Yayasan Tri Mulya.
Djatikusumah, Pangeran. (1995). Pemaparan Budaya Spiritual Paguyuban Adat Cara Karuhun Urang. Cigugur: t.p.
Rosidin, Didin Nurul. (2000). “Kebatinan, Islam, and the State: The Dissolution of Madrais in 1964”. Unpublished Ph.D. Tesis. Leiden: Faculties of Art and Theology, Leiden University.
Rosyadi, R. (2012). Angklung: dari Angklung Tradisional ke Angklung Modern. Patanjala: Journal of Historical and Cultural Research, 4(1), 25-38.
Royyani, Mohammad Fathi. (2008). “Upacara Seren Taun di Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat: Tradisi sebagai Basis Pelestarian Lingkungan” dalam Jurnal Biologi Indonesia, 4(5), hlm.399-415.
Saputra, Muhammad Adi. (2015). “Perkembangan Kesenian Angklung Buncis di Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Tahun 1980- 2010”.
- “Alat Musik Angklung: Tentang, Sejarah, dan Cara Memainkannya." Diakses tanggal 14 Januari
- "Angklung Buncis-Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat." Diakses tanggal 13 Januari 2023
- "Angklung Buncis- Warisan Budaya Takbenda Indonesia."Diakses tanggal 14 Januari 2023
- “Angklung Toel, Inovasi Anak Negeri Siap Mendunia.” Diakses tanggal 14 Januari 2023
- “Sareundeu Angklung Buncis Cireundeu.” Diakses tanggal 15 Januari 2023
Sumber foto